LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KE DAERAH SUMATERA BARAT

Disampaikan dalam Sidang Paripurna DPD-RI
Senin, 6 November 2006

JSR, No. 15, 6 Nov 2006

I

SELAMA kunjungan kerja “pulang kampung” ke daerah dalam bulan September dan Oktober 2006 yl, saya sempat bersama dengan Wakil Ketua DPD-RI, Irman Gusman, dan Sekjen DPD-RI, Siti Nurbaya, melakukan kunjungan kerja pada tanggal 7 Oktober 2006 ke Painan, ibukota Kabupaten Pesisir Selatan. Kami diundang oleh Pemda Kabupaten untuk mengikuti ekpose mengenai Rencana Pengembangan Kabupaten ke depan serta masalah-masalah yang dihadapi.
Kabupaten Pessel memanjang di sepanjang pantai bagian barat-daya Sumatera Barat, dengan bibir dataran rendah yang sempit, ke pinggirnya laut dan ke belakangnya pegunungan Barisan. Kecuali pertanian dan perladangan, handalan praktis satu-satunya adalah laut. Namun potensi laut masih seperti sediakala. Walau memiliki garis pantai yang panjang dengan beberapa teluk yang ideal untuk dikembangkan menjadi sentra tangkapan dan budidaya perikanan laut namun kendala utama-nya tetap adalah klassik: penguasaan teknologi, permodalan, pemasaran, keterampilan manajerial serta budaya kerja. Rata-rata rakyat masih melakukan penangkapan ikan secara tradisi-onal, walau tanda-tanda ke arah peningkatan usaha mulai terli-hat. Setakat ini jumlah rakyat yang mengandalkan ekonominya ke laut sebagai nelayan masih sangat sedikit, diperkirakan masih di bawah 3 %, sementara yang lainnya masih bergerak di bidang pertanian, perkebunan dan perla-dangan serta peter-nakan secara tradisional. Sedikitnya minat terhadap ekonomi kelautan ini pertanda masih berlakunya hukum challenge and response, yakni kenyataan bahwa tantangan yang dihadapi oleh rakyat masih terlalu besar karenanya respons yang diberikan juga relatif kecil. Karenanya, sejauh ini yang memanfaatkan sumberdaya kelautan Indonesia, termasuk di sepanjang pantai barat Sumatera, terutama adalah armada-armada perikanan laut dari berbagai negara di Asia Timur, termasuk Jepang, Korea, Taiwan, Cina, Filipina, Thailand, Malaysia dan Singapura.
Walau jarak Painan-Padang hanya sekitar 70 km, yang dapat ditempuh dalam satu jam dengan kendaraan, yang berarti jauh lebih dekat dari Bukittinggi ke Padang yang 91 km, namun perasaan keterpencilan dari Kabupaten ini secara keseluruhan sangat dirasakan. Ini karena sedikitnya masih potensi kekayaan alam yang sudah dieksploitasikan, di samping topografi alamnya yang memanjang secara sempit sampai ke perbatasan dengan Bengkulu dan Kerinci (Jambi), di bagian Selatan dan Tenggaranya. Karenanya juga sarana dan prasarana transportasi masih terbatas, di samping tingkat pendidikan dan kemajuan yang relatif masih rendah, dan pun perhatian dari pemerintah yang di atasnya selama ini juga masih kurang.
Dalam rangka perencanaan pengembangan ke depan inilah Pemda Kabupaten dengan dukungan penuh dari Pemda Provinsi berkeinginan untuk mengembangkan potensi ekono-mi daerah ini di samping sda maupun sdm-nya. Karena potensi laut dan pantainya memang sangat menjanjikan, maka prioriotas pengembangan ke depan diletakkan di laut dan di sepanjang pantai. Respons yang sepadan dengan tantangannya akan diberikan terhadap upaya kelautan ini dengan menghim-pun kekuatan dari dalam dan luar daerah. Agenda pemba-ngunan ke depan di Kabupaten ini, karenanya, ditempatkan di sektor kelautan dengan tangkapan dan budidaya perikanan laut.
Upaya untuk menarik para investor di bidang kelautan dan perikanan ini telah mulai dilakukan, walau sarana maupun prasarana yang terkait dengan itu masih harus diusahakan. Umumnya, dari para investor yang telah diajak masuk untuk menanamkan investasinya, rata-rata mereka mensyaratkan bahwa sarana dan prasarana yang diperlukan sudah tersedia terlebih dahulu. Sarana dan prasarana yang dimaksudkan termasuk jalan ke lokasi, listrik, air bersih, di samping sarana dan prasarana pelabuhan, dsb.
Tim DPD-RI dari Sumbar telah melibatkan diri dalam membantu mendatangkan para investor dari luar negeri (Korea, Malaysia dan Negara-negara Teluk), dengan bekerja-sama dengan Tim dari mantan Menteri Kelautan Rokhmin Dahuri, tetapi sejauh ini belum berhasil karena belum tersedianya sarana dan prasarana esensial yang diperlukan itu. Pemda Kabupaten, bagaimanapun, telah menyanggupi untuk mengusahakan membangun proyek PLTA dari sumber sda yang dimiliki untuk penyediaan tenaga listrik, di samping sarana jalan dan air bersih. Tapi ini, tentu saja memerlukan waktu dan dana yang masih harus dijuluk dari pusat maupun provinsi di samping swasta.
Sejauh ini di Kabupaten Pesisir Selatan memang telah dibangun dermaga pelabuhan perikanan di pantai Carocok, Tarusan, yang lingkungan ekologinya memang sangat cocok untuk bidang perikanan maupun tambak-tambak berskala besar maupun menengah.
Masalah struktural dan institusional yang masih harus didudukkan a.l. adalah mengenai pemanfaatan tanah-tanah rakyat dan keikut-sertaan dari rakyat itu sendiri, terutama yang di sepanjang pantai yang memang potensial untuk dikem-bangkan.
DPD-RI dari Sumbar telah mengajukan konsep “bagi hasil” (production sharing) dalam pemanfaatan tanah-tanah rakyat maupun keikut-sertaan mereka sendiri dalam usaha joint-venture dengan para investor dari manapun mereka berasal. Konsep ini sejalan dengan perubahan paradigmatik yang ingin dikembangkan oleh Sumatera Barat yang ingin menempatkan rakyat tidak lagi sebagai obyek semata tetapi sebagai subyek yang ikut berperanserta dalam konteks ekonomi daerah berbasis kerakyatan. Konsep ini, bagaimanapun, masih harus dijabarkan secara struktural maupun operasional sehingga para investor pun tidak melihat konsep ini sebagai kendala tetapi penunjang.

II
Dengan mengingat bahwa andalan kelautan ini tidak hanya dirasakan oleh Kabupaten Pesisir Selatan saja tetapi semua Kabupaten yang memiliki pantai, yakni termasuk Pasaman Barat, Agam, Padang-Pariaman, Kepulauan Menta-wai dan Kota Padang, maka agenda Provinsi Sumbar ke depan dalam RPJP 2025 maupun RPJM nya juga meletakkan prio-ritasnya pada usaha kelautan dan perikanan laut ini, khususnya usaha tangkapan dan budidaya perikanan laut.
Dalam kaitan ini kunjungan ke lokasi maupun dialog-dialog dengan pihak-pihak terkait telah mulai dilakukan oleh Tim DPD-RI dari Sumbar, baik di lingkungan Pemda Provinsi maupun Kabupaten-Kabupaten. Dalam kunjungan kerja ini saya telah mendatangi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, dan staf, dan Kepala Dinas yang sama di tiga Kabupaten Pessel, Padang-Pariaman dan Agam. Saya juga telah menghubungi dan berdialog dengan Asisten Dua yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, dengan Kepala Bagian Ekonomi Provinsi, dengan Kepala Bagian Pemerintahan Nagari dan dengan Ketua Bap-peda Provinsi. Semua dalam rangka melakukan pemantauan dan penjajakan.
Walaupun pembicaraan dan dialog-dialog telah berkali-kali dilakukan, namun kendala yang saya rasakan dan dirasakan oleh Tim DPD-RI dari Sumbar secara keseluruhan adalah tiadanya hubungan struktural dan fungsional yang jelas yang dibina di antara pihak eksekutif dan jajarannya dan dengan pihak legislatif di daerah dengan pihak DPD-RI sendiri yang melalui itu diharapkan akan terjalin kerjasama struktural dan fungsional yang lebih terlembaga dan terstruktur, sehingga masing-masing memiliki ekspektasi terhadap yang lainnya.

III
Sebagai upaya followup dari dikeluarkannya Keputusan dari DPD-RI mengenai penyelesaian sengketa perluasan batas wilayah kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam (PP84 tahun 1999), saya telah mendatangi Ketua DPRD Kabupaten Agam di Lubuk Basung dan Wakil Ketua DPRD Kota Bukittinggi di Bukittinggi. Dengan Ketua DPRD Kabupaten Agam saya telah mengusulkan agar gugatan mereka ke MK dicabut kem-bali dengan telah adanya Keputusan DPD RI yang menya-rankan supaya ditempuh jalan damai melalui kerjasama yang saling menguntungkan (win-win solution), yaitu dengan mengi-kuti pola kerjasama Yogya-Sleman dan Jakarta dengan daerah sekitarnya (Jabodetabek). Dan usul pencabutan PP 84/1999 itu tidak lain adalah konsekuensi logis dari dipilihnya kerja-sama yang saling menguntungkan itu, sebab roh dari PP84/ 1999 adalah menguntungkan yang satu dan merugikan yang lainnya.
Dialog saya dengan Wakil Ketua DPRD Kota Bukittinggi juga menghasilkan saling pengertian yang mendalam. DPRD Kota Bukittinggi secara kelembagaan pada dasarnya berpen-dapat bahwa PP84/1999 tidak harus dipaksakan, karena mere-kapun bisa menerima prinsip kerjasama yang saling mengun-tungkan antara Kabupaten dan Kota itu. Yang keras untuk menuntut pelaksanaan PP84/1999 ini, menurut beliau, adalah Walikota, bukan DPRD Bukittinggi. DPRD Bukit-tinggi, kata beliau, belum sekalipun mengeluarkan pendapat baik melaksa-nakan maupun mencabut PP84/1999 itu.
Melalui dialog-dialog dengan pihak Bupati, Pimpinan DPRD Agam, Perwana (Persatuan para Wali Nagari) se Kabupaten Agam, dan Bakor Agam di Jakarta, saya juga telah mengusulkan agar disiapkan konsep-konsep kerjasama yang saling menguntungkan itu untuk diterapkan di daerah Kabu-paten Agam yang bersebelahan dengan Kota Bukittinggi. Dalam arti lain, dari sekarang sudah harus dijajaki kerjasama yang macam mana, di bidang apa, dan di lokasi mana, proyek pembangunan atas kerjasama yang saling menguntungkan itu akan diletakkan dan mendapatkan prioritas tinggi. Sayapun juga akan melakukan dialog-dialog yang sama dengan pihak eksekutif dan legislatif yang sama dengan Bukittinggi maupun dengan pihak eksekutif dan legislatif di tingkat provinsi, khususnya dengan Gubernur dan Ketua DPRD Sumbar.
Sementara itu saya mengharapkan agar Pimpinan DPD-RI juga melakukan kontak dan dialog dengan pihak eksekutif dan legislatif di tingkat pusat, khususnya dengan Presiden dan Menteri Dalam Negeri agar secepat mungkin merealisasikan usul dari DPD-RI itu untuk mencabut PP84/1999 agar kerja-sama yang saling menguntungkan di daerah sengketa di Agam dan Bukittinggi segera pula bisa direalisasikan. ***

0 Responses to “LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KE DAERAH SUMATERA BARAT”



  1. Leave a Comment

Leave a comment